Bismillahirrohmaanirrohiim
Assalamu'alaikum wr.wb
Bagi para pembaca, terimakasih telah mengunjungi blog saya. Saya Achson Panji As'ari, mahasiswa jurusan Hubungan Internasional Universitas Lampung diberi tugas oleh dosen untuk membuat blog resume ini yang berjudul "Subjek Hukum dan Objek Hukum". Semoga bermanfaat bagi anda semua, saya mohon maaf bila ada tutur kata yang tidak berkenan dihati para pembaca, kepada Allah saya mohon ampun. Saya menyadari adanya kurang sempurnanya blog ini karena wawasan yang belum terjamah. Oleh karena itu, saya dengan senang hati menerima segala kritik dan saran yang membangun dari anda semua. Terimakasih.
Wassalamu'alaikum wr.wb
SUBJEK HUKUM DAN OBJEK HUKUM
A.
Subjek Hukum
1.
Pengertian Subjek
Hukum
a.
Apa itu Subjek
Hukum?
Subjek hukum sendiri memiliki arti yaitu sesuatu yang
menurut hukum berhak atau berwenang untuk melakukan perbuatan hukum (siapa yang
mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam hukum). Subjek hukum juga dapat
diartikan sebagai sesuatu pendukung hak yang menurut hukum berwenang atau
berkuasa bertindak menjadi pendukung hak (Rechtsbevoeghdeid) serta dapat dikatakan sebagai sesuatu yang
menurut hukum memiliki hak dan kewajiban.
b.
Siapakah Subjek
Hukum itu?
Manusia adalah subjek hukum itu sendiri. Mengapa manusia termasuk subjek hukum?
-
Natuurlijk
person adalah mens persoon, yang disebut orang atau manusia
pribadi
-
Rechtperson
adalah
yang berbentuk badan hukum dan terbagi dalam
1) Publiek
rechts-person yang sifatnya ada unsure kepentingan umum seperti Negara, daerah
tingkat 1yaitu provinsi, daerah tingkat 2 yaitu kabupaten/kota, dan desa/kelurahan.
2) Privat
rechtspersoon atau badan hukum privat yang mempunyai sifat adanya unsur
kepentingan individual.
2.
Manusia sebagai
Subjek Hukum
a.
Dasar Hukum
Manusia termasuk dalam subjek
hukum karena manusia memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut
dilindungi oleh hukum misalnya :
-
Adanya larangan mengenai perampasan atas
pendukung hak tersebut mengakibatkan burgelijke dood (kematian perdata).
Misalnya perbudakan dan lainnya.
-
Larangan kematian perdata yang
dicantumkan dalam pasal 3 KUHPerdata, dan pasal 15 UUDS 1950 ayat (2) yang
berbunyi “ tidak suatu hukumanpun mengakibatkan kematian perdata atau
kehilangan suatu hak-hak kewarganegaraan”.
- UUDS 1950 yang menyatakan bahwa
perbudakan orang atau perdagangan budak dan penghambaan budak dilarang.
b.
Pendapat
Beberapa Pakar
Mengenai apa yang dimaksud dengan orang terdapat beberapa pakar hukum
yang mengemukakan pendapatnya antara lain:
-
Prof.
J. Hardjawidjaja, SH.
Mengatakan bahwa orang adalah pengertian terhadap manusia
-
Prof.
Eggens
Mengatakan bahwa orang merupakan manusia sebagai rechtspersoon.
-
Prof.
Ko. Tjai Sing
Berpendapat bahwa yang dimaksud dengan orang adalah bukan hanya manusia
saja melainkan badan hukum. Manusia dan badan hukum dapat diartikan sebagai subjek
hukum sebab keduanya mempunyai hak dn kewajiban.
c.
Pendapat Hukum
Modern
Setiap orang atau pribadi secara asasi merupakan pendukung hak yang sama
dan berlaku sama bagi seluruh umat manusia, karena manusia merupakan makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
Tiap orang adalah subjek hukum dengan tidak memandang agama atau
kewarganegaraannya. Sebagaimana bunyi pasal 3 AB yaitu : “Sepanjang
undang-undang tidak menentukan sebaliknya maka Hukum Perdata dan Hukum Dagang
adalah sama bagi orang-orang asing maupun warga Negara Belanda”.
d.
Pandangan Dunia
Setiap manusia menjadi subjek hukum sejak saat dia lahir
yang berakhir dengan kematiannya.
Seorang manusia menjadi subjek hukum sejak ada pada kandungan ibunya, selama ia hidup dan setelah ia meninggal
dunia sampai ke akhirat, sehingga menurut hukum agama pengguguran kandungan
merupakan pembunuhan anak itu dan telah dilanggar hak sebagai subjek hukum dari
anak yang akan lahir. Agama sendiri menegaskan bahwa manusia adalah sebagai subjek
hukum, sebagai makhluk yang dimuliakan Allah tuhan Yang Maha Kuasa.
f.
Pandangan Hukum
di Indonesia
Menurut pandangan hukum Indonesia bahwa setiap manusia adalah pendukung
hak yang menyebutkan bahwa “setiap orang diakui sebagai manusia pribadi
terhadap undang-undang” yang diatur dalam pasal 7 UUD 1950 ayat 1.
Ayat 2 menyebutkan bahwa segala orang berhak menuntut perlindungan yang
sama oleh undang-undang.
Ayat 3 menyebutkan bahwa segala orang berhak menuntut perlindungan yang
sama terhadap tiap-tiap pembelakangan dan terhadap tiap-tiap penghasutan untuk
melakukan pembelakangan demikian.
Ayat 4 menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan bantuan hukum
yang sungguh-sungguh dari hakim-hakim yang ditentukan untuk itu, melawan
perbuatan-perbuatan yang melawan dengan hak-hak dasar yang diperkenankan
kepadanya menurut hukum.
3.
Badan Hukum
sebagai Subjek Hukum
Badan hukum dikatakan subagai subjek hukum karena badan hukum merupakan
pembawa hak yang tak berjiwa namun dapat melakukan hak-hak layaknya manusia.
Misalnya saja melakukan persetujuan-persetujuan, memiliki kekayaan yang sama
sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya. Namun, bedanya badan hukum
dengan manusia adalah bahwa badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan dan
tidak dapat dipenjara.
a.
Badan Hukum
Menurut Bentuknya
-
Badan
Hukum Publik
Badan hukum publik meliputi Negara, daerah tingkat 1 yaitu provinsi, daerah tingkat 2 yaitu kabupaten/kota,
dan desa/kelurahan.
-
Badan
Hukum Perdata
Badan hukum perdata ini meliputi badan hukum Eropa yang terdiri dari
perseroan terbatas, yayasan, lembaga, koperasi, gereja. Dan badan hukum
Indonesia yang terdiri dari gereja Indonesia, masjid, wakaf, koperasi
Indonesia.
b.
Badan Hukum
Menurut Jenisnya
-
Korporasi
Yaitu suatu gabungan orang-orang dalam pergaulan hukum bertindak bersama
sebagai satu subjek hukum tersendiri (personifikasi). Contohnya perhimpunan,
persekutuan, dan organisasi.
-
Yayasan
Yayasan merupakan badan hukum yang diberi tujuan tertentu
c.
Perbedaan
Yayasan dan Korporasi
Beda yayasan dengan korporasi yaitu yayasan merupakan badan hukum yang
tidak memiliki anggota tetapi mempunyai pengurus. Sedangkan korporasi memiliki keduanya.
d.
Syarat-Syarat
Badan Hukum
-
Memiliki
kekayaan terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya
- Hak
dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban anggota-anggotanya.
4.
Pengecualian
Hukum
a.
Anak dalam
Kandungan
Manusia bukan merupakan subjek hukum ialah anak dalam
kandungan, karena manusia yang masih dalam kandungan tersebut belum dapat membuat perilaku yang mengikat hukum.
b.
Cakap Hukum
Seseorang dewasa yang normal adalah cakap hukum, dan dianggap tidak cakap hukum
lagi apabila ia telah gi;a atau tidak sehat pikirannya. Selain itu, orang yang
belum dewasa dan orang yang tidak lagi cakap hukum dalam perbuatan hukum maka
akan diwakili oleh walinya.
Sedangkan orang yang tidak cakap hukum terbagi dalam beberapa golongan
yaitu:
- Ketidakcakapan
sungguh-sungguh ( feitelijke handelingsonbekwaaheid).
Yaitu orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan.
- Gangguan
kejiwaan, karena perbuatan mereka yang abnormal
- Pemabuk
atau pemboros, sebab perbuatan mereka merugikan dan menelantarkan keluarga
terutama bagi anak-anak baik dalam kehidupan maupun pendidikannya.
-
Ketidakcakapan
menurut hukum (juridische handelingsonbekwarnheid)
Ialah orang-orang yang belum dewasa dan wanita yang berstatus dalam
perkawinan.
c.
Binatang
Dapatkah binatang dikatakan sebagai subjek hukum?
Jawabannya adalah tidak mungkin, karena binatang tidak mempunyai akal untuk berpikir maju seperti layaknya manusia. Binatang juga tidak sempurna dalam hal menyaingi manusia.
B.
Objek Hukum
1.
Pengertian Objek
Hukum
Objek
hukum adalah
segala
sesuatu yang berguna
bagi
subjek
hukum (manusia/badan
hukum)
dan yang dapat menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek
hukum, oleh karenanya dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Contoh: - A dan B mengadakan
perjanjian jual beli mobil. Maka
- Mobil tersebut adalah objek hukum.
2.
Benda (Zaak)
sebagai Objek Hukum
Biasanya objek hukum
adalah benda atau zaak. Pengetahuan tentang benda atau zaak terdapat secara
luas pada Buku II KUH Perdata tentang hukum kebendaan atau zaken-recht yang
berasal dari hukum barat. Setelah kemerdekan pengetahuan tentang hukum benda
dalam Buku II KUH Perdata terjadi perubahan mengenai tanah, ialah dengan
lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA No. 5 tahun 1960) dan
perundang-undangan lainnya.
Berdasarkan
Undang-undang yang mengatur tentang benda (zaak) yang ada:
a.
Buku II KUH Perdata
Yang mengatur secara
umum dan luas tentang benda (zaak) yang terdiri dari benda berwujud, benda
bergerak, benda tetap dan benda tak berwujud.
b.
Undang-undang Pokok Agraria (UU
No.5/1960)
Undang-undang ini
mengatur tentang tanah. Undang-undang ini sebagai perubahan dan pengganti
peraturan tanah yang terdapat pada Buku II KUH Perdata kecuali mengenai
hipotek.
c.
Undang-undang
No. 21 Tahun 1961 (Undang-Undang tentang Merek Perusahaan dan
Merek
Perniagaan)
Undang-Undang
ini
mengatur
tentang
benda yang bersifat
tidak
kebendaan (immaterieel
egoederen) khususnya “merk”.
d.
Ordonantie
No. 100 Tahun 1939
Mengatur tentang kapal terbang sebagai benda tetap.
e.
Buku
II KUHD (Wetboek van Koophandel)
Mengatur tentang benda-benda di laut
atau
kapal.
Kapal yang berukuran 20 m3
keatas dimasukkan sebagai benda tetap, sedangkan yang berukuran 20 m3 kebawah
sebagai
benda
bergerak.
f.
Auteurswet
1912, Staatsblad Tahun 1912 No. 600
Mengatur hak cipta. Dalam undang-undang ini diatur benda yang tidak
berwujud
kebendaan
khususnya
hak
cipta, yang dimiliki
oleh
pengarang, pencipta
lagu, musik, buku, komik, dan karya seni lainnya.
3.
Pembagian Benda
atau Zaak
Menurut pasal 503, 504
dan 505 KUH Perdata, dan sehubungan dengan perundang-undangan lainnya, benda
atau zaak dapat dibagi dalam kelompok:
a.
Benda bersifat kebendaan (materieele
goederen). Yang dapat dibagi lagi atas:
Benda bertubuh atau
benda berwujud (lichamelijke zaken): benda ini sifatnya dapat dilihat, diraba
dan dirasakan dengan panca indra. Benda ini dapat dibagi lagi dalam:
-
Benda bergerak atau benda tidak tetap
(roerende zaken), yang dapat digolongkan dalam: -Benda yang dapat dihabiskan,
misal: beras, bensin, gas, dan sebagainya.
-
Benda yang tidak dapat dihabiskan, misal:
mobil, perhiasan, atau benda tetap dan sebagainya.
-
Benda tidak bergerak atau benda tetap
(onroerende zaken). Contoh: tanah, rumah, pabrik, kapal yang berukuran 20 m3
ke atas, toko, gedung, sawah, tanaman di hutan dan barang-barang
lain yang sifatnya secara prinsip terpaku atau tertancap pada tanah.
b.
Benda tak bertubuh atau benda tak
berwujud (onlichamelijke zaken)
Benda ini hanya bisa
dirasakan oleh panca indra saja, tidak dapat dilihat dan di realisasikan
menjadi suatu kenyataan. Contoh : merek, perusahaan, hak cipta, musik, dan
sebagainya.
4.
Manusia Sebagai
Objek Hukum
a.
Zaman Pendudukan
Manusia dapat menjadi objek hukum
sepanjang hak dan kewajibannya sebagai subjek hukum dilenyapkan atau dicabut.
Pada zaman perbudakan atau sebelum abad
pertengahan, lebih tepatnya abad 17-18, terjadi peristiwa dimana manusia dianggap benda
yang dapat diperjualbelikan, dapat disewakan, disiksa, bahkan dapat disembelih
seperti binatang tanpa adanya suatu pembelaan apapun. Pada saat itu,
orang-orang kulit putih membawa orang-orang Negro dengan dibujuk, dijanjikan
pekerjaan dan dipaksa meninggalkan benua hitam Afrika ke benua Amerika untuk
dijadikan sebagai budak melalui perantara dan pedagang budak untuk dipekerjakan
di perkebunan kapas dan lain-lain.
Terlihat bahwa budak-budak itu
diperdagangkan diantara pedagang budak, diternakkan seperti ayam atau sapi
dengan bibit-bibit unggul, sehingga melahirkan budak-budak yang kuat yang dapat
dijual dengan harga yang tinggi. Mereka dipekerjakan di perkebunan kapas di
negeri bagian Selatan Amerika Serikat. Jika mereka bekerja dengan malas atau
letih, mereka akan dicambuki atau disiksa secara kejam.
b.
Pandangan Hukum
Modern
Pada masa sekarang ini, perbudakan
sudah tidak ada lagi. Perbudakan dianggap sebagai suatu perbuatan yang bertentangan
dengan nilai-nilai kemanusiaan juga bertentangan dengan hak asasi manusia
seperti yang telah dicetuskan tanggal 10 Desember 1948 oleh PBB
dalam Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan umum hak-hak asasi
manusia) yang memuat prinsip kemanusiaan yang beradab. Manusia tidak mengenal
perbedaan dari segi warna kulit, ras, bangsa, jenis kelamin, agama, kedudukan,
golongan, pangkat dan lain-lain.
Setiap manusia mempunyai
kepribadian yang dijamin oleh hukum, sejak ia lahir di muka bumi sampai ia mati lalu dimakamkan, selama itu pula hak asasinya tidak boleh
dilanggar oleh siapapun. Jika seseorang memperlakukan orang lain sebagai objek
hukum, hal itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia secara universal dan
merupakan pelanggaran hukum yang berlaku di negara itu. Jika manusia
tidak dapat diperlakukan sebagai objek hukum, maka setiap orang (natuurlijk
persoon) haruslah diperlakukan seperti manusia sesuai dengan prinsip
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam Sila II dari Pancasila
ditegaskan bahwa manusia diakui diberlakukan sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sama hak dan kewajiban tanpa
membedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
c.
Pandangan Agama
Menurut ketentuan agama, maka tidak
dibenarkan manusia diperlakukan dan dianggap sebagai objek hukum seperti
binatang.
Didalam Al-Qur’an, surah Al-Isra ayat 70:
“Sesungguhnya telah kami muliakan
anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami
ciptakan”.
Adanya ayat diatas menunjukkan
bahwa Allah telah memuliakan manusia dengan akal pikiran, kemampuan
berkata-kata, kemampuan mengatur kehidupan dan masa depannya sendiri. Hal ini
menegaskan bahwa dalam agama, manusia adalah makhluk yang paling sempurna di muka bumi
ini, tidak sama halnya dengan binatang, tumbuhan dan makhluk bernyawa lainnya.
Sekian resume atau rangkuman dari persentasi salah satu kelompok di kelas kami. semoga bermanfaat. Penulis mohon maaf atas segala kekurangan, kepada Allah mohon ampun. Akhirul kalaam, Terimakasih
Wassalamu'alaikum wr.wb
Komentar
Posting Komentar