A.
LATAR
BELAKANG
Myanmar merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang berbatasan
dengan China, Thailand, India, Bangladesh dan Laos, memiliki sejarah yang kaya
dan budaya yang sudah ada ribuan tahun lamanya. Penduduknya yang berjumlah
54-60 juta orang (sensus terakhir pada tahun 1983) sangat beragam-ragam,
termasuk ratusan kelompok etnis yang berbeda yang mempraktikkan berbagai macam
agama, termasuk agama Buddha, Kristen, Islam, Hindu dan animisme (meskipun
Buddhisme dipraktekkan oleh sebagian besar orang-orang hampir 90%) Bentuk pemerintahan
Myanmar adalah junta militer yang dikenal dengan nama The State Peace and
Development Council (SPDC). Dahulu Myanmar dikenal dengan nama Burma, namun
pada tanggal 18 Juni 1989 nama Burma diubah oleh Junta Militer menjadi Myanmar.
Salah satu etnis lainnya yang berada di Myanmar adalah Rohingya, Rohingya merupakan kelompok minoritas Muslim yang berada di Negara
Bagian Arakan, yang terletak di pantai barat Myanmar. Diperkirakan terdapat
800.000 orang muslim Rohingya di Arakan yang merupakan 25% dari populasi
penduduk Myanmar. Masyarakat Rohingya bertempat tinggal terutama di negara bagian Arakan Utara, tepatnya di kota-kota Buthidaung, Maungdaw, dan
Rathedaung. Namun, sejumlah besar etnis Rohingya ini tinggal di luar Myanmar, termasuk lebih dari 200.000 orang berada di Bangladesh.
Myanmar merupakan negara multi agama dengan jumlah penduduk mencapai sekitar 60 juta orang. Lebih dari 135 grup etnis bertempat
tinggal di Burma, masing-masing dengan sejarah, kebudayaan, dan bahasanya sendiri. Mayoritas grup etnis Burman (Bamar) mendominasi kira-kira dua per tiga
dari populasi dan memegang kendali atas militer dan pemerintahan. Satu per
tiga sisanya adalah etnis minoritas nasional, sebagian besar hidup di daerah
perbatasan yang kaya akan sumber daya dan bukit-bukit
Burma, walaupun banyak yang telah dipindahkan
secara paksa dari tempat tinggalnya oleh pemerintah yang menyita tanah untuk proyek pembangunan dan eksploitasi sumber daya.
Tujuh etnis minoritas terbesar yang diakui oleh undang-undang kewarganegaraan Myanmar adalah
Chin, Kachin, Karenni (Kayah), Karen(Kayin), Mon, Rakhine, dan Shan. Etnis
Rohingya tidak diakui oleh pemerintah sebagai
etnis kebangsaan Burma, dan dengan demikian mereka mengalami diskriminasi terburuk dan pelanggaran HAM dari seluruh rakyat Burma. Hak kewajiban Negara terhadap orang pada hakikatnya ditentukan oleh wilayah negara tersebut dan kewarganegaraan orang yang bersangkutan. Kewarganegaraan adalah kedudukan hukum orang dalam hubungannya dengan negaranya. Kewarganegaraan itu ditetapkan oleh negara yang bersangkutan. Kewarganegaraan itu menimbulkan hak dan kewajiban pada dua belah pihak.
Warga negara suatu negara, di mana pun ia berada harus tunduk juga pada kekuasaan dan hukum negaranya. Bagi warga negara yang
ada di luar negeri, berlakunya kekuasaan dan hukum negara itu
dibatasi oleh kekuasaan dan hukum negara tempat mereka berada di lain pihak, negara wajib melindungi warga negaranya. Menurut Amnesty International, orang Rohingya telah mengalami penderitaan yang cukup panjang akibat pelanggaran HAM yang dilakukan
oleh Pemerintah Junta Myanmar. Kebebasan bergerak orang Rohingya sangat
terbatas. Mereka juga mengalami berbagai bentuk
pemerasan dan dikenakan pajak secara sewenang-wenang,
perampasan tanah, pengusiran paksa dan penghancuran rumah, dan pengenaan biaya adminstrasi yang tinggi pada pernikahan.
Mereka terus dipekerjakan sebagai buruh paksa di jalan dan di kamp-kamp
militer, meskipun jumlah tenaga kerja paksa di Rakhaing utara telah menurun
selama satu dekade terakhir.
Penindasan terhadap Rohingya diberitakan memang memuncak pada tahun 2012, melalui isu propaganda pemerkosaan gadis Rakhine (Buddist)
oleh 3 orang Rohingya. Namun demikian, penindasan dan diskriminasi terhadap Rohingya sejatinya sudah terjadi jauh sebelum tahun 2012 dan bahkan jauh sebelum Myanmar merdeka pada tahun 1948. Sebagaimana penuturan Heri Aryanto, Koordinator Advokasi Pengungsi SNH Advocacy Center, bahwa sejak penaklukan Kerajaan Islam Arakan oleh Kerajaan Burma, penguasa saat itu (Kerajaan Burma-red) mulai melakukan diskriminasi terhadap etnis-etnis minoritas, termasuk di antaranya Rohingya.
Wilayah Arakan dahulunya merupakan bagian jajahan British India, dan ketika Myanmar merdeka, wilayah ini kemudian diakui sebagai negara
bagian Myanmar (Rakhine State). Namun sayangnya, meskipun tanahnya diakui,
tetapi Rohingya tidak diakui sebagai bagian etnis bangsa Myanmar. Penindasan
dan diskriminasi terhadap Rohingya berlanjut di era pemerintahan Jungta Militer (1962-2010). Tidak hanya operasi-operasi
militer yang dilakukan untuk mengeliminasi
Rohingya dari Bumi Arakan, tetapi juga melalui perangkat hukum UU Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982,
yang dibentuk untuk tujuan menghilangkan
status kewarganegaraan Rohingya di Myanmar. UU Kewarganegaraan
Myanmar menetapkan 3 kategori warga negara, dan dari 3 kategori tersebut, tidak satu pun
kategori yang bisa diterapkan terhadap Rohingya.
Kantor United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) didirikan pada 14 Desember 1950 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Organisasi ini memiliki mandat untuk memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan internasional dalam melindungi pengungsi dan menyelesaikan permasalahan pengungsi di dunia. Tujuan utamanya adalah
untuk melindungi hak–hak dan keamanan pengungsi. UNHCR bekerja untuk
memastikan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mencari suaka dan mendapatkan
suaka yang aman di negara lain, dengan pilihan selanjutnya untuk kembali ke
negara asalnya secara sukarela, diintegrasi secara lokal atau ditempatkan di
negara ketiga. UNHCR juga dimandatkan oleh Majelis Umum PBB untuk membantu dan
mencari solusi bagi orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan.
Sejak tahun 1950, UNHCR telah memberikan pertolongan kepada puluhan juta orang untuk memulai kembali hidup mereka. Sampai saat ini, lebih
dari 9,300 staff dari 123 negara terus memberikan
bantuannya dan melindungi jutaan pengungsi
dan orang-orang tanpa kewarganegaraan.[7] Di Asia, pergerakan migrasi tercampur (mixed migratory movements) terus menerus menandai kawasan tersebut, dengan adanya perpindahan sekelompok orang untuk mencari penghidupan yang lebih baik, sementara perpindahan lain dilakukan untuk melarikan diri dari penganiayaan dan
konflik. Dalam konteks kompleks migrasi tercampur di Asia Tenggara, terdapat peningkatan
jumlah pencari suaka sebagai akibat dari perkembangan di kawasan tersebut, yang
menyebabkan pengungsian eksternal, misalnya karena konflik di Sri Lanka dan situasi hak asasi manusia di
Myanmar.
B.
Rumusan Masalah
1). Bagaimana
kronologi dari kasus pelanggaran ini?
2). Bagaimana
kasus ini jika dianalisis dari segi hak?
3).
Bagaimana kasus ini dalam hukum internasional?
4).
Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya kasus pelanggaran ham ini?
C.
Tujuan
Penulisan
1)
Untuk mengetahui analisis hak tentang kasus ini;
2)
Untuk mengetahui termasuk golongan hak apakah kasus tersebut;
3)
Untuk mengetahui kronologi dari kasus pelanggaran ham pada kasus Rohingya ;
4)
Untuk mengetahui bagaimana
kasus ini dalam hukum internasional;
5)
Untuk mengetahui apa
saja faktor yang menyebabkan terjadinya kasus pelanggaran ham ini;
6)
Untuk mengetahui hak
apa saja yang seharusnya didapatkan oleh etnis rohingya.
A. Kronologi kasus diskriminasi etnis
Rohingya
Menurut
laporan The New Light of Myanmar, sebuah koran
yang terbit di negara Myanmar tertanggal 4 Juni 2012, konflik Rohingya bermula
dari sebuah pembunuhan dan pemerkosaan seorang gadis Budha bernama Ma Thida Htwe yang
berumur 27 tahun, hidup di sebuah desa bernama Thabyechaung, Kyauknimaw, daerah
Yanbye. Pada tanggal 28 Mei 2012 sore, Thida hendak pulang ke rumah
setelah seharian bekerja di sebuah konveksi pakaian. Tepat pukul 17:15
waktu setempat, ia ditikam oleh orang yang tak dikenal di hutan Bakau
samping jalan tanggul menuju Kyaukhtayan, bagian dari desa Kyauknimaw dan
Chaungwa.
Kasus ini dibawa ke
pihak kepolisian dan setelah penyelidikan ditetapkan beberapa tersangka. Mereka
adalah Rawshi, Rawphi, dan Khochi. Hasil investigasi menyebutkan bahwa Rawshi
tahu rutinitas sehari-hari korban yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung
dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit. Saat itu, dia sedang membutuhkan uang untuk
menikahi seorang gadis .Untuk itulah dia bersama kedua rekan tersangka lainnya
merampok perhiasan yang dikenakan seorang gadis tersebut dan kemudian
dibunuhnya. Berita ini menyebar luas dikalangan penduduk sekitar. Untuk
menghindari kerusuhan rasial, tim MPF yang memantau situasi di sana mengirim
ketiga pemuda tersebut ke penjara pada pukul 10:15 tanggal 30 Mei
2012.
Koran yang terbit pada hari berikutnya,
5 Juni menyebutkan bahwa beredar foto-foto hasil
penyelidikan tim forensik bahwa sebelum dibunuh, ternyata korban
sempat diperkosa oleh ketiga pemuda Bengali Muslim tadi. Korban juga
digorok tenggorokannya, dadanya ditikam beberapa kali dan organ
kewanitaannya ditikam dan dimutilasi dengan pisau. Foto-foto tersebut semakin
menambah kemarahan warga yang beragama Budha. Dengan dalih bahwa Rohingya
bukanlah etnis asli Myanmar, mereka yang terprovokasi
melakukan penindasan-penindasan terhadap Rohingya. Mereka
tidak menginginkan kehadiran etnis tersebut di bumi Arakan.
Koran New Light Myanmar edisi 5 Juni 2012
memberitakan rincian mengenai pembunuhan sepuluh orang Burma Muslim oleh massa
Arakan sebagai berikut: “Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh
kejam pada tanggal 28 Mei, sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu
Rakkhita Association, Taunggup, membagi-bagikan selebaran sekitar jam 6 pagi
pada 4 Juni kepada penduduk lokal ditempat-tempat ramai di Tauggup, disertai
foto Ma Thida Htwe dan memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh
dan memperkosa dengan keji wanita Rakhine. Sekitar pukul 16:00, tersebar kabar
bahwa ada mobil yang berisikan orang Muslim dalam sebuah bus yang melintas dari
Thandwe ke Yangoon dan berhenti di Terminal Bus Ayeyeiknyein. Petugas terminal
lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangoon dengan segera. Bus berisi penuh
sesak oleh penumpang, beberapa orang dengan
mengendarai sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus tiba di persimpangan
Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang lokal sudah menunggu di sana dan menarik
penumpang yang beridentitas Muslim keluar dari bus.
Dalam bentrokan itu, sepuluh
orang Islam tewas dan bus juga hancur. Konflik sejak
insiden 10 orang Muslim terbunuh terus memanas di kawasan Arakan, Burma, muslim
Rohingya menjadi sasaran. Seperti dilansir media Al-Jazeera, Hal ini dipicu
juga oleh bibit perseteruan yang sudah terpendam lama, yaitu perseteruan antara
kelompok etnis Rohingya yang Muslim dan etnis lokal yang beragama Buddha. Rohingya
tidak mendapat pengakuan oleh pemerintah setempat.Ditambah lagi agama yang
berbeda, mereka menganggap etnis Rohingya itu "pendatang haram" dari
Bangladesh, walau fakta sejarahnya etnis Rohingya telah ada ditanah itu
(Rakhine state) selama ratusan tahun berdampingan dengan burmanese
lainnya.
Kemudian konflik antar dua kelompok tak
terhindarkan, terjadi saling bantai dan saling serang. Muslim Rohingya, karena
jumlahnya sedikit dan beratusan tahun terpinggirkan, ratusan desa muslim
dibakar dan dihancurkan dan sekitar 850-1000-an warga tewas. Sekitar 90.000-an
lainnya terusir atau tetap menetap dalam penderitaan. Itulah sekelumit fakta
konflik yang melanda Muslim Rohingya. Etnis Rohingya tidak diakui
pemerintah junta militer, mereka tak diberi kartu identitas
warga negara.[8]
B. Jenis Hak yang
Dilanggar pada Kasus Rohingya
Jika melihat dari semua peristiwa yang terjadi seperti kebebasan
bergerak orang Rohingya sangat terbatas mereka juga mengalami berbagai bentuk
pemerasan dan dikenakan pajak secara sewenang-wenang, perampasan tanah,
pengusiran paksa dan penghancuran rumah, dan pengenaan biaya adminstrasi yang
tinggi pada pernikahan. Mereka terus
dipekerjakan sebagai buruh paksa di jalan dan di kamp-kamp militer. Maka hak-
hak pokok kaum Rohingya lah yang telah dilanggar, hak untuk mendapat kebebasan, hak untuk diri
sendiri, hak untuk hidup, hak untuk mempertahankan hidup, serta hak untuk
mendapatkan kewarganegaraan pun tidak diberikan oleh Rakhine state atau
Myanmar, Wilayah Arakan dahulunya merupakan bagian jajahan British India, dan ketika
Myanmar merdeka, wilayah ini kemudian diakui sebagai negara bagian Myanmar
(Rakhine State). Namun sayangnya, meskipun tanahnya diakui,
tetapi Rohingya tidak diakui sebagai bagian etnis bangsa Myanmar. Penindasan
dan diskriminasi terhadap Rohingya berlanjut di era pemerintahan Jungta Militer (1962-2010). Tidak hanya operasi-operasi
militer yang dilakukan untuk mengeliminasi
Rohingya dari Bumi Arakan, tetapi juga melalui perangkat hukum UU Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982,
yang dibentuk untuk tujuan menghilangkan
status kewarganegaraan Rohingya di Myanmar. UU Kewarganegaraan
Myanmar menetapkan 3 kategori warga negara, dan dari 3 kategori tersebut, tidak satu pun
kategori yang bisa diterapkan terhadap Rohingya. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa kasus pelanggaran
HAM (Hak Asasi Manusia) yang terjadi pada etnis Rohingya di Myanmar,
berdasarkan buku pengantar ilmu hukum karangan R. Soeroso, S.H kasus
pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan menjadi kasus pelanggaran terhadap hak
mutlak. Kenapa bisa dikatakan sebagai pelanggaran terhadap hak mutlak karena
hak mutlak merupakan kekuasaan atau kewenangan mutlak yang pasti dimiliki oleh
setiap subjek hukum yang diberikan oleh hukum untuk berbuat sesuatu atau
bertindak sesuai dengan kepentingannya, dan hak mutlak yang dimiliki oleh etnis
Rohingya telah dilanggar.
Hak mutlak ini dibagi lagi menjadi
hak pokok atau hak dasar manusia. Hak pokok atau hak dasar manusia ialah hak
yang diberikan hukum kepada manusia yang disebabkan hal oleh sesuatu
berdasarkan hukum yang kelahirannya secara langsung menimbulkan hak-hak itu.
Hak dasar ini tidak semata-mata dapat dijalankan semau kita tetapi hak tersebut
dapat dicabut kembali apabila bertentangan dengan kepentingan umum.
Beberapa
pihak yang terlibat dalam kasus pelanggaran HAM etnis Rohingya di Myanmar diantaranya yaitu pemerintah Myanmar, masyarakat sipil, etnis Rohingya, PBB dan
ASEAN. Hak yang dimiliki oleh pemerintah Myanmar adalah untuk menangani
permasalahan tersebut secara mandiri dan tanpa campur tangan dari negara lain.
Pemerintah Myanmar berhak untuk menolak bantuan dari negara lain, tetapi juga
sebaiknya pemerintah Myanmar tidak menutup diri terhadap negara lain yang
hendak membantu Myanmar untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
D. Kasus Rohingya dalam Hukum
Internasional
Sebenarnya, PBB dalam
hal ini telah mengutus UNHCR untuk datang ke Myanmar dalam mengatasi etnis Rohingya yang masih
berada di kawasan Myanmar sebagai bentuk perhatian masyarakat internasional
atas kasus Rohingya. Banyak sekali bantuan yang dikeluarkan oleh UNHCR pada
etnis ini seperti mengadakan pendidikan informal, membangun camp pengungsian,
kesehatan, dan masih banyak lainnya.
Tetapi, peran UNHCR disini hanyalah sebagai pembantu saja dan bersifat
sementara, mereka tidak dapat menembus kebijakan yang diambil pemerintah
Myanmar. Hal ini dibuktikan dengan permasalahan Rohingya sampai saat ini masih
tetap ada sejalan dengan masih eksisnya bantuan dari UNHCR di Myanmar. Tetapi
keberadaan UNHCR di Myanmar sejak tahun 90-an membuktikan bahwa usaha yang
dilakukan oleh PBB dimulai dari dalam negeri Myanmar itu sendiri, mereka
mencoba memenuhi kebutuhan dasar etnis ini, tetapi kembali lagi, usaha yang
dilakukan PBB ini tidak dapat mencegah perlakuan diskriminasi yang dilakukan
pemerintah Myanmar sehingga etnis Rohingya tetap melarikan diri ke luar wilayah
Myanmar.
Myanmar adalah negara anggota PBB sejak tanggal 4 april 1948. Myanmar belum
meratifikasi Konvenan-Konvenan penting tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Namun,
sebagai bagian dari anggota PBB, Myanmar berkewajiban menghormati
ketentuan-ketentuan yang ada dalam Universal Declaration of Human
Rights (UDHR) atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Piagam
PBB.Banyak ketentuan dalam UDHR yang telah dilanggar oleh pemerintah Myanmar,
diantaranya, Hak Hidup (Pasal 3) untuk tidak disiksa (Pasal 5), atas setiap
orang atas kewarganegaraan (Pasal 15) dan hak atas setiap orang untuk memilki
sesuatu (Pasal 17). Selain pelanggaran terhadap ketentuan UDHR tersebut,
Myanmar sbagai anggota PBB memiliki kewajiban untuk menjaga perdamaian dan
keamanan dunia sebagaimana ditegaskan dalam Piagam PBB.Sementara itu wakil
Organization of Islamic Cooperation (OIC) di PBB mendesak PBB untuk menekan
pemerintahan Myanmar agar menyelesaikan konflik Rohingya. Myanmar tidak dapat
bergabung dengan komunitas demokratis negara-negara lain jika tidak melindungi
hak-hak minoritas di negerinya ujar para wakil OIC.
Secara khusus,
Indonesia sebagai anggota OKI berkepentingan mendesak PBB untuk memberi sanksi
tegas terhadap pemimpin Myanmar dengan mengajukan ke International Criminal Court (ICC)
atas tuduhan upaya genosida secara sistematis terhadap Muslim Rohingya.ASEAN
juga sebenarnya sudah mengadopsi prinsip-prinsip penegakan hak asasi manusia
melalui dibentuknya ASEAN Intergovermental Commission on Human Rights (AICHR)
padatahun 2009.
Namun kembali lagi
bahwa tidak banyak yang dapat dilakukan masyarakat internasional dalam
menangani masalah Rohingya.Kedaulatan suatu negara sangat dijunjung tinggi oleh
masyarakat internasional.Sehingga masyarakat internasional tidak dapat
melakukan intenvensi terhadap Myanmar karena mereka memilki kedaulatan mereka
sendiri.Terlebih lagi pemerintah Myanmar sangatlah tertutup mengenai
permasalahan seperti ini.
E.
Faktor
Penyebab Kasus
1)
Faktor pertama, Faktor SARA, bahwasannya pemerintah tidak
mengakui Rohingya sebagai etnis Myanmar karena mereka keturunan Bengali
(Bangladesh). Disamping itu, kelompok 969 melakukan provokasi kebencian
terhadap Islam dengan mengatakan bahwa Islam adalah ancaman buat umat Budha.
Mereka menyatakan bahwa mereka khawatir Myanmar akan seperti Indonesia, yang
dahulunya Negara dengan kerajaan hindu-Budha dan sekarang menjadi Negara islam
mayoritas dan terbesar didunia. Hal ini menurut mereka ancaman serius sehingga
islam harus dieliminasi dari bumi Myanmar. Mereka menganggap bahwa Burmese
Buddhist adalah raja dan selainnya adalah budak. Sehingga Burmese Buddhist
harus kembali dengan kodratnya sebagai raja dinegeri Myanmar.
2)
Faktor kedua, Faktor ekonomi, bahwasannya sendi-sendi
perekonomian Myanmar dikuasai oleh pembisnis dan pedagang muslim dengan
kedai-kedainya yang menggunakan simbolnya 786 (basmallah), sehingga kondisi ini
menimbulkan ketegangan sosial. Kelompok ekstrimis kemudian mendirikan kelompok
969 untuk mengawasi perkembangan perekonomian muslim di Myanmar, dengan cara
menghancurkan kedai-kedai 786 milik muslim di Arakan dan Meikhtilla. Disamping
itu, wilayah Arakan kaya akan sumber gas dan sumber daya alam lainnya, yang
menjadi perebutan Negara-negara adidaya. Dimana untuk tahun 2010-2014 telah
dibangu proyek pipa gas sepanjang 2400 km dari arakan ke China. Pemerintah
Myanmar sangat mempunyai kepentingan atas sumber daya alam melimpah dibumi
Arakan tersebut.
3)
Ketiga, faktor sosial budaya, bahwasannya banyak wanita Myanmar
yang menikah dengan lelaki muslim dan kemudin mualaf. Kelompok ekstrimis dan
pemerintah tidak meyukai hal tersebut dan mencoba meng counter-nya dengan cara
melarang wanita Myanmar tersebut dan memenjarakan lelaki muslim yang
menikahinya. Disamping itu, kebiasaan kebanyakan lelaki Myanmar (Buddist) suka
mabuk dan tidak saying terhadap istri dan keluaraga. Sehingga hal tersebut
menjadi alas an wanita Myanmar lebih suka menikah dengan lelaki muslim yang
memiliki sifat sebaliknya.
4)
Keempat, faktor politik, bahwasannya konflik yang ada di Arakan
merupakan proyek bagi pemerintah sehingga konflik tersebut sengaja dipelihara
untuk mendapat keuntungan dari proyek tersebut. Disamping itu, Myanmar akan
menjelang pemilihan umum pada tahun 2015, sehingga konflik ini sengaja
dipelihara oleh elit politik dan pemerintah untuk kepentingan pemilu dalam
mencari dukungan dari buddist. Konflik ini juga tak lepas dari campur tangan
Negara adikuasa yang tidak mendapatkan “kue” diarakan karena sejauh ini china
yang menikmati gas dan kekayaan alam arakan. Terbukti sudah berjalan proyek pipa
gas diArakan yang dimulai tahun 2010-2014 sepanjang 2400km dari kyauphyu sampai
kumin menuju China.
A.
Kesimpulan
Penindasan
terhadap Rohingya diberitakan memang memuncak pada tahun 2012, melalui isu propaganda pemerkosaan gadis Rakhine (Buddist)
oleh 3 orang Rohingya. Namun demikian, penindasan dan diskriminasi terhadap Rohingya sejatinya sudah terjadi jauh sebelum tahun 2012 dan bahkan jauh sebelum Myanmar merdeka pada tahun 1948. Sebagaimana penuturan Heri Aryanto, Koordinator Advokasi Pengungsi SNH Advocacy Center, bahwa sejak penaklukan Kerajaan Islam Arakan oleh Kerajaan Burma, penguasa saat itu (Kerajaan Burma-red) mulai melakukan diskriminasi terhadap etnis-etnis minoritas, termasuk di antaranya Rohingya. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa kasus pelanggaran
HAM (Hak Asasi Manusia) yang terjadi pada etnis Rohingya di Myanmar,
berdasarkan buku pengantar ilmu hukum karangan R. Soeroso, S.H kasus
pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan menjadi kasus pelanggaran terhadap hak
mutlak. Kenapa bisa dikatakan sebagai pelanggaran terhadap hak mutlak karena
hak mutlak merupakan kekuasaan atau kewenangan mutlak yang pasti dimiliki oleh
setiap subjek hukum yang diberikan oleh hukum untuk berbuat sesuatu atau
bertindak sesuai dengan kepentingannya, dan hak mutlak yang dimiliki oleh etnis
Rohingya telah dilanggar.
Hak mutlak ini dibagi lagi menjadi
hak pokok atau hak dasar manusia. Hak pokok atau hak dasar manusia ialah hak
yang diberikan hukum kepada manusia yang disebabkan hal oleh sesuatu
berdasarkan hukum yang kelahirannya secara langsung menimbulkan hak-hak itu.
Hak dasar ini tidak semata-mata dapat dijalankan semau kita tetapi hak tersebut
dapat dicabut kembali apabila bertentangan dengan kepentingan umum.
Beberapa
pihak yang terlibat dalam kasus pelanggaran HAM etnis Rohingya di Myanmar diantaranya yaitu pemerintah Myanmar, masyarakat sipil, etnis Rohingya, PBB dan
ASEAN. Hak yang dimiliki oleh pemerintah Myanmar adalah untuk menangani
permasalahan tersebut secara mandiri dan tanpa campur tangan dari negara lain.
Pemerintah Myanmar berhak untuk menolak bantuan dari negara lain, tetapi juga
sebaiknya pemerintah Myanmar tidak menutup diri terhadap negara lain yang
hendak membantu Myanmar untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Komentar
Posting Komentar